Jayapura Terancam Krisis Air Dalam 5 Tahun Mendatang

JAYAPURA  - Balai Wilayah Sungai (BWS) Provinsi Papua menilai adanya potensi ancaman krisis air di Kota Jayapura, yang mulai dapat dirasakan pada 2020 mendatang. Menyikapi hal itu, Kepala BWS Provinsi Papua, Happy Mulya menyarankan masyarakat agar mulai membiasakan diri untuk menghemat penggunaan air, mulai dari saat ini juga. Sebab di tahun 2020, Papua diproyeksikan akan menggelar event besar, yaitu menjadi tuan rumah pelaksanaan Pekan Olahraga Nasional (PON). â€œKarena itu, saya sarankan mulai dari sekarang kita hemat pemakaian air untuk Jayapura dan sekitarnya agar kita bisa menghindari potensi krisis air dalam lima tahun mendatang,” jelas Happy kepada pers, diruang kerjanya, Sabtu(26/9).

Menurut  Happy penghematan air hanyalah sebuah upaya kecil untuk mencegah serta menanggulangi masalah lingkungan yang terjadi di kawasan Cyclop. Pembabatan hutan yang terjadi cyclop ditengarai menyebabkan volume debit air di Jayapura terus mengalami penurunan. Sehingga diperlukan satu langkah eksrim untuk mengatasi masalah itu secara menyeluruh, baik oleh masyarakat tetapi juga pemerintah daerah."Makanya saya berani katakan dalam Lima tahun ke depan bila tidak ada penanganan serius maka kita akan kesulitan air. Sehingga pada kesempatan ini saya himbau kepada pemerintah provinsi maupun kota agar sudah harus genar bikin kampanye-kampanye penghematan air," ujarnya.

Hal penting yang musti dilakukan saat ini, lanjut Happy, adalah melakukan penanaman pohon serta penghijauan, kemudian diikuti pengendalian dan pencegahan pembabatan hutan, baik untuk keperluan pembangunan perumahan, fasilitas umum serta lainnya. Apalagi sungai-sungai yang ada di kawasan Cyclop sangat bergantung pada curah hujan yang turun, sehingga berpotensi kritis karena  jumlah debit air yang ada. "Debit air antara musim hujan dan kemarau perbandingannya jauh sekali. Rata-rata sungai di Kota Jayapura tergolong intermitten, dimana sungai akan penuh dengan air pada saat musim hujan kemudian saat tidak ada hujan, menjadi kering sehingga hal ini memerlukan kajian khusus”.

“Sekali lagi bahwa hal ini perlu menjadi perhatian kita bila tipe sungai yang ada seperti ini. Bayangkan saja jumlah air yang meresap ke dalam tanah hanya sedikit, sehingga volume yang ada menjadi semakin menipis. Makanya seluruh pihak terkait harus duduk bersama membicarakan solusinya, supaya kelestarian hutan di kawasan pegunungan cyclop dapat terjaga. Karena bila tidak, kita hanya akan menanti bencana dalam lima hingga sepuluh tahun mendatang,”tutupnya.