Freeport Dituntut Patuhi Pemerintah

Dewan Pimpinan Wilayah Gerakan Pemuda Ansor Papua dan Papua Barat bersama Asosiasi Penambang Rakyat Indonesia Provinsi Papua menuntut PT. Freeport Indonesia patuh terhadap UU Pemerintah Indonesia.

Hal demikian sebagaimana seruan DPW GP Ansor Papua dan Papua Barat bersama Asosiasi Penambang Rakyat Indonesia Papua dalam aksi unjuk rasa di Halaman Kantor Gubernur Dok II Jayapura, Senin (13/3).

“Kita minta Freeport segera mengikuti peraturan dan ketentuan yang berlaku di Negara Kesatuan  Republik Indonesia, khususnya UU No. 4 tahun 2009 dan Peraturan Pemerintah No. 1 tahun 2017. Dengan tujuan supaya PTFI tidak lagi berpatokan pada Kontrak Karya melainkan IUPK dan tidak memaksakan keinginan untuk memperpanjang kontrak karya,” terang Ketua DPW  GP Ansor Papua dan Papua Barat, Amir Mahmud Madubun dalam orasinya.

Pihaknya juga mendesak PTFI untuk segera membangun smelter di Kabupaten Mimika dalam rangka meningkatkan taraf hidup dan memperluas lapangan bagi masyarakat asli Papua.

Selain itu, Amir juga mendorong PTFI melaksanakan hasil putusan pengadilan pajak Jakarta, yang meminta Freeport membayar pajak air permukaan sebesar Rp. 3,5 triliun kepada Pemprov Papua.

“Apalagi PTFI selamanya 50 tahun telah mengeruk kekayaan bumi Papua. Kita juga menilai PTFI sudah membanjiri Kabupaten Mimika dengan limbah tailing. Sehingga menyebabkan terjadinya kerusakan lingkungan yang sangat parah," ujar dia.

Amir juga pada kesempatan itu menyuarakan dukungan terhadap pemerintah pusat yang berkeinginan menguasai saham Freeport sebesar Rp51 persen.

Sementara, Sekda Papua Hery Dosinaen siap mengakomodir aspirasi pendemo untuk disampaikan kepada Gubernur Papua.

“Sebab aspirasi dari para pendemo juga sedang didorong oleh Pemprov Papua beberapa poinnya kepada pemerintah pusat. Seperti untuk pembangunan smelter di Papua. Kemudian Kantor PUsat PTFI harus di Jayapura, bahkan pembayaran gaji karyawan harus lewat Bank Papua. Beberapa hal ini yang juga sedang didorong Pemprov,” ucapnya.