John Banua Diminta Beri Kesempatan Anak Asli Jayawijaya Jadi Pemimpin

Wakil Bupati Jayawijaya, John Richard Banua diminta tak “maruk” kekuasaan, tetapi berlapang dada memberi kesempatan bagi anak asli Jayawijaya untuk memimpin daerahnya sendiri.

 “Apalagi pak Wakil Bupati Jayawijaya ini bukan orang asli Papua. Sehingga kita minta kasih kesempatan bagi anak asli daerah. Sebab saya kira sudah cukup bagi yang bersangkutan memimpin 10 tahun di birokrasi sebagai wakil bupati,” terang Koordinator Lapangan Markus Aroba, saat memimpin ratusan massa yang tergabung dalam Forum Peduli Demokrasi Mahasiswa, Pemuda dan Masyarakat Jayawijaya (FPDMPMJ), Rabu (5/7) kemarin, saat berunjuk rasa di halaman Kantor Gubernur Dok II Jayapura.

Markus mengatakan kepemimpinan John Banua di Jayawijaya, tak memberi dampak signifikan bagi anak asli daerah. Apalagi sampai saat ini, sebagian besar pengusaha di Wamena bukan merupakan anak asli daerah.

“Makanya kami menolak Jhon Banua untuk maju sebagai bupati di daerah kami. Apalagi sampai saat ini tidak ada anak daeah yang mempunyai perusahaan. Di Wamena tidak ada anak daerah yang punya perusahaan. Jadi kami tolak John Banua maju sebagai bupati,”teriaknya.

Mereka mengklaim masih banyak anak asli yang mampu memimpin Jayawijaya, oleh karena itu, pihaknya mengimbau seluruh partai politik untuk tak memberi rekomendasi terhadap Jhon Banua.

“Kita imbau jangan beri rekomendasi kepada bakal calon bupati yang bukan anak asli. Kami hanya minta hak kesulungan kami,”pintanya.

Sementara menyikapi aksi unjuk rasa tersebut, Sekda Papua Hery Dosinaen meminta para pendemo untuk melanjutkan aksinya di Jayawijaya. Sebab wilayah pemerintahan tak bisa mengintervensi urusan partai politik di wilayah Jayawijaya.

Meski begitu, Hery mengaku aspirasi tersebut sebenarnya merupakan hal yang kecil. Bahkan hal itu sudah lebih dulu diperjuangkan Gubernur Papua, Lukas Enembe, sejak tahun memimpin pada 2013 lalu. Lukas Enembe menjadi orang pertama yang ingin merombak UU Otsus No. 21 tahun 2001.

“Bapak Gubernur seusai dilantik langsung memperjuangkan perombakan UU Otsus yang bersama rombongan datang ke Istana Negara di Bogor dan diterima oleh Presiden RI kala itu, Susilo Bambang Yudoyono bersama beberapa menteri terkait”.

“Sayangnya niat ini belum tercapai namun terus diupayakan. Sebab 77 pasal dalam undang – undang Otsus ini tidak mempunyai kekuatan apa – apa. Dimana semua diakhiri dengan kalimat akan diatur oleh perundang – undangan lainnya. Dalam artian UU Otsus tidak mempunyai kekuatan apa – apa. Sehingga dengan demo ini adik – adik telah membuat kami mendorong disahkannya sejumlah peraturan daerah khusus maupun provinsi,” tegas dia.