NEGARA PNG MINTA BBM DARI INDONESIA

Mengatasi kesulitan bahan bakar minyak (BBM) yang dialami oleh Papua New Guinea (PNG), negara tetangga tersebut menginginkan agar dapat membeli minyak dari Indonesia melalui Pertamina. Sebab selama ini kebutuhan BBM di negara PNG tergantung dari Australia. Keinginan pemerintah PNG untuk membeli BBM dari Indonesia itu diungkapkan para gubernur dari negara PNG tersebut yang terdiri dari Gubernur Madang, James Yali, Gubernur East Sefik, Henry Ariro, Wakil Gubernur Sandouwn, Geral Guban dan Gubernur Provinsi Morobe diwakili Sekdanya, Patrias Gomato saat mengadakan pertemuan dengan Gubernur Provinsi Papua, Minggu (20/6) lalu di Gedung Negara Jayapura. Gubernur provinsi Papua, Drs J.P Solossa, M.Si kepada wartawan, Senin (21/6) kemarin mengatakan, adanya permintaan pemerintah PNG melalui para gubernurnya saat mengadakan kunjungan di Jayapura disambut baik oleh Gubernur Provinsi Papua, bahkan menurutnya untuk memenuhi permintaan pemerintah negara tersebut , hal itu telah di sampikan ke Pimpinan Unit Pertamina Pemasaran VIII Jayapura. Sehingga oleh Pertamina dapat menjajaki tentang permintaan tersebut, sekaligus untuk menjajaki pembukaan depot Pertamina di negara tetangga tersebut. Selain masalah BBM menurut Solossa, pemerintah PNG juga menginginkan adanya pelayaran kapal-kapal dari Indonesia (Papua) ke negara tersebut khususnya provinsi-provinsi di bagian utara PNG. Dikatakan, ketertinggalan provinsi-provinsi di wilayah Utara negara PNG juga masih sangat dirasakan terutama di sebabkan jauhnya ibukota negara dari wilayah utara, sehingga daerah tersebut perkembangannya agak lambat di bandingkan dengan daerah di wilayah selatan. " Selain masalah BBM, Kapal masih banyak juga yang dibicarakan seperti masalah pendidikan, perdagangan dan masalah ekonomi dalam arti luas," ujarnya. Namun menurut Gubernur, untuk melakukan kerja sama tersebut masih perlu ditindak lanjuti yang lebih baik lagi sebab ini merupakan hubungan antar dua negara maka masih banyak hal-hal yang harus di bicarakan. " Kita tidak bisa langsung bicara dengan mereka, tetapi harus dibicarakan di tingkat pusat, karena hal ini terkait dengan hubungan luar negeri Indonesia," tegasnya. (olv), PAPUA POST.-