Pemda Mulai Konsolidasi & Harmonisasi Perda Kemudahan Investasi

JAYAPURA  â€“ Kasus dwelling time yang baru saja terjadi di pelabuhan Tanjung Priok, merupakan satu potret bahwa betapa carut-marutnya proses regulasinya kita. Salah satu penyebabnya dari permasalahan tersebut adalah tumpang tindihnya regulasi yang diterapkan. Penetapan regulasi yang biasanya disemangati oleh upaya pengumpulan pendapatan baik berupa pajak maupun distribusi, tetapi dalam prakteknya sering menimbulkan masalah yang kontradiktif, sehingga menyebabkan berbagat hambatan dan kesulitan, dalam hal investasi. Dilatarbelakangi hal itu, digelar kegiatan fasilitasi, konsolidasi dan harmonisasi Peraturan Daerah (Perda)/regulasi untuk kemudahan investasi dan fasilitas kehadiran lembaga penjamin mutu/riset dan standarisasi produk di Provinsi Papua.

Kegiatan yang digelar, di Hotel Aston Jayapura, Kamis (29/10),  dipandang untuk mendiskusikan berbagai peraturan atau regulasi yang bersifat menghambat. “Agar selanjutnya dapat disusun suatu rekomendasi dan perubahan-perubahan yang diperlukan, agar tercipta iklim kondusif untuk investasi di Provinsi Papua dengan menghadirkan lembaga riset dan standarisasi produk,” jelas Gubernur Papua Lukas Enembe dalam sambutan tertulisnya yang dibacakan Asisten Bidang Perekonomian Sekda Papua, Elia Loupatty. Berkaitan dengan hal itu, Gubernur menyatakan Badan Percepatan Pembangunan Kawasan Papua sebagai suatu institusi yang bertugas memberikan pertimbangan teknis kepada pemerintah daerah terhadap masuknya investasi, mempunyai fungsi luas dimana salah satunya berupaya merumuskan pemberian insentif dan meminimalkan disinsentif yang ada. Baik dalam bentuk aturan maupun kebijakan, yang sejalan dengan visi Papua bangkit, mandiri dan sejahtera. Dikatakan Gubernur, wilayah Papua sangat luas sementara kandungan potensi yang dimiliki beragam. Hal ini menjadi peluang sekaligus tantangan dalam pengembangannya. Sehingga bukan hal yang mudah karena telah menjadi permasalahan selama ini.

Sementara itu, Pemda tengah berupaya mengembangkan semua potensi, tetapi hasil yang kita peroleh, tidak seperti yang diharapkan. “Karena itu, dengan pendekatan berbasis wilayah adat kita mencoba merumuskan suatu pola pendekatan baru dengan mencari komoditas unggulan di suatu wilayah yang memiliki produk turunan bernilai tinggi,” ucapnya. Ditambahkan, kita sering mendengar beberapa produk komoditi ekspor dari Indonesia ditolak di luar negeri. Hal ini disebabkan kekhawatiran konsumen dunia terhadap produk yang terkontaminasi dengan hal-hal yang tidak diinginkan. “Oleh karena itu, diperlukan adanya standarisasi produk dimasa yang akan datang diperlukan dalam rangka kerja sama antar negara, misalnya Masyarakat Ekonomi Asean (MEA), Kerja Sama Antar Negara di Pasifik (AFTA) serta kerja sama ekonomi lainnya. Supaya lalu lintas barang dan jasa serta komoditas yang dikonsumsi bagi masyarakat Papua sesuai dengan standar internasional,” ucapnya.