Orang Papua Harus Berani Katakan Tidak Untuk Seks Tak Aman

Pemerintah Provinsi Papua mengimbau masyarakat untuk berani mengatakan tidak bagi seks yang tak aman. Hubungan seks yang tak menggunakan alat pengaman serta selalu berganti-ganti pasangan, ditengarai berpotensi terinveksi virus mematikan HIV dan AIDS.

“Beberapa survei terkait perilaku menyebutkan laki-laki memiliki perilaku beresiko karena kecenderungan berganti-ganti pasangan serta enggan menggunakan kondom,” terang Staf Ahli Gubernur Bidang Kemasyarakatan dan Sumber Daya Manusia, Anni Rumbiak pada Workshop Pencegahan dan Pengendalian HIV-AIDS di Provinsi Papua, Selasa (29/08), di Jayapura.

Oleh karena itu, lanjut dia, sebagai salah satu upaya memutuskan mata rantai penularan HIV di Papua, sejak 2008 Komisi Penanggulangan AIDS Papua mulai membicarakan sirkumsisi, meski bukan menghilangkan tetapi hanya mengurangi resiko penularannya.

“Karena, sudah pasti bagi yang memiliki perilaku seks tidak aman, meskipun sudah disirkumsisi tetap disarankan menggunakan kondom untuk melindungi diri,”harapnya.

Ia berharap, dengan digelarnya workshop pencegahan dan pengendalian HIV-AISD yang digagas Dinas Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI serta KOMPAK-BAKTI, diharapkan mampu mencegah dan mengendalikan HIV maupun AIDS.

“Sebab acara ini bupati dari enam kabupaten, tokoh masyarakat, tokoh agama dan tokoh perempuan yang perannya sangat penting. Belum lagi perwakilan lembaga swadaya masyarakat yang bergerak dalam bidang ini,” terangnya.

Pada kesempatan itu, ia berharap semua pihak yang hadir dapat membangun Papua melalui 15 program prioritas, yang salah satunya adaah mengendalikan penyakit menular terfokus, yaitu AIDS, Tuberculosis dan Malaria.

Dimana hingga saat ini HIV-AIDS merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Papua. Sebab sejak pertama kali kasus HIV ditemukan pada 1992 hingga Juni 2017 Dinas Kesehatan Provinsi Papua mencatat sebanyak 28.771 kasus dengan HIV 10.134 kasus, AIDS 18.637 kasus dan sebanyak 1.883 diantaranya telah meninggal.

Sejumlah kasus yang terlaporkan baru sekitar 51.38 % ODHA atau orang dengan HIV-AIDS yang mendapat pengobatan Antiretroviral (ARV) dan yang masih mengkonsumsi ARV sebanyak 38,81%.

“Oleh kareanya, ini merupakan tantangan dan beban kita untuk menjadi perhatian semua pihak. Karenanya, kita mengajak masing-masing pribadi melindungi diri sendiri dari virus mematikan ini”.

“Sebab hak untuk melindungi diri dari HIV dan AISD, tidak bergantung pada orang lain,” imbaunya.