Kejahatan bidang Kehutanan Berpotensi Timbulkan Konflik Sosial

Kejahatan biang kehutanan dewasa ini dinilai dapat berpotensi menimbulkan konflik sosial. Tak sampai disitu, kejahatan kehutanan mampu memunculkan disintegrasi bangsa, ditandai dengan rusaknya fungsi-fungsi hutan baik dari aspek ekonomi, ekologis maupun budaya.

Oleh karenanya, perlindungan dan pengamanan hutan harus dipandang sebagai faktor penting dalam kerangka perencanaan pembangunan daerah Papua secara makro. Sebab sistem perlindungan, pengemanan dan pengawasan pengelolaan sumber daya alam hutan di Provinsi Papua sampai saat ini dinilai masih sangat kurang.

Sehingga berakhir pada sering terjadinya pemanfaatan hutan secara ilegal dan tidak bertanggungjawab.

“Dimana pembalakan liar merupakan kejahatan utama di hutan yang dilakukan secara lintas sektoral. Bahkan kejahatan ini melintasi batas-batas suatu wilayah bahkan negara, sehingga termasuk dalam kategori transnational crime.”

“Untuk itu, kegiatan rapat kali ini diharapkan menjadi momentum konsolidasi organisasi, sinkonisasi serta sekaligus membentuk kesepahaman tata hubungan kerja antar internal unit Dinas Kehutanan Provinsi Papua,” terang Gubernur Papua Lukas Enembe dalam sambutannya yang dibacakan Staf Ahli Gubernur Bidang Pemerintahan, Politik dan Hukum Simeon Itlay, pada Rapat Koordinasi Pengamanan Hutan Papua, Senin (22/10).

Ditambahkan Gubernur, kontrol sistem perlindungan, pengamanan dan pengawasan pengelolaan sumber daya alam hutan di Provinsi Papua, selama tiga tahun terakhir, dipandang menjadi lemah akibat diberlakukannya Undang-undang nomor 23 tahun 2014 tentang pemerintahan daerah.

Hal demikian, berakibat pada fungsi tugas perlindungan dan pengamanan hutan yang selama ini dilakukan di daerah kabupaten/kota, pada akhirnya dialihkan ke provinsi. Dengan demikian, upaya perlindungan tak menjadi maksimal.

“Dimana pada masa peralihan untuk proses penataan kelembagaan inilah terdapat kevakuman fungsi tugas tersebut. Sehingga menjadikan ruang untuk terjadinya peningkatan perambahan hutan dan pembalakan liar (ilegal logging).”

“Belum lagi diperkirakan kurang lebih 25-30 persen hak negara melalui penerimaan provinsi sumber daya hutan (psdh) dan dana reboisasi (DR) yang hilang,” pungkasnya.